Lelaki itu menangis saat ia berjalan menaiki podium. Ia diminta memberikan sambutan seusai ia terpilih menjadi seorang pemimpin organisasinya. Dalam sambutannya ia mengucapkan dengan agak gemetar ”Saya pernah berjanji dalam hati saya, bahwa saya hanya akan menangis saat ibu saya meninggal. Tapi saat ini saya tidak tau kenapa saya menitikan air mata”.
Lelaki tersebut adalah kawan saya. Ia baru saja diberikan amanah sebagai ketua umum salah satu organisasi. Ia menangis bukan karena ia cengeng bak drama yang melankolis. Ia menangis karena ia menyadari bahwa menjadi pemimpin adalah amanah. Ia bukan hanya bertanggungjawab atas dirinya semata tapi aia juga mesti bertanggungjawab atas sekian kepala anggota-anggotanya.
Lelaki itu menangis. Sama seperti halnya saya yang juga pernah sama-sama diberikan amanah serupa. Kami menangis bukan karena kami cengeng, lelaki yang lemah atau tidak perkasa. Menangis adalah simbolisasi dari ketakutan dan kecemasan. Takut dan cemas tidak dapat menjalankan amanah dengan baik. Sebab segala sesuatu akan dimintakan pertanggungjawaban dihadapan Allah.
Sungguh, menitiknya air mata kawan saya dan juga saya adalah ekspresi jiwa yang sangat biasa. Meskipun dinegri kami lelaki tak boleh menitikan air mata. Cengeng katanya. Hanya perempuan yang boleh bersedih Tapi kami akan tetap menangis sebagai simbol ketakutan kepada Allah. Maka menangislah. Karena menangis itu indah.
No comments:
Post a Comment