BAGASKARA MANJER KAWURYAN

Monday, February 26, 2007

MENSELEKSI KEHIDUPAN


Mungkin sebagian kita merasakan kehidupan yang kosong, hampa dan membosankan. Kosong bukan berarti tanpa aktifitas. Melainkan kehidupan ini terlalu penuh dan sesak dengan aktifitas. Hanya saja aktifitas kita kehilangan nilai kualitasnya. Barangkali kisah Anne Morrow Lindbergh,dalam Gift from the Sea dapat memberikan pelajaran kehidupan pada kita. Kisah ini merupakan serangkaian meditasi Lindbergh pada hari-hari liburnya di pantai suatu pulau. Ketika ia mengemasi barang-barangnya untuk meninggalkan pulau itu, Lindbergh bertanya kepada diri sendiri, apa yang ia peroleh dari semua upaya meditatifnya: “Jawaban atau solusi apakah yang telah saya temukan untuk kehidupan saya? Saya mendapat beberapa gelintir kerang dalam kantong, sedikit petunjuk, sedikit sekali.” Ia mengingat-ingat hari pertamanya di pulau itu, dan menyadari betapa rakusnya ia mengumpulkan kerang pada mulanya: “Kantong-kantong saya menggembung dengan kerang-kerang basah ... Di pantai ini terhampar kerang-kerang indah dan saya tidak membiarkan satu pun lolos dari perhatian saya. Saya bahkan tak bisa berjalan dengan kepala tegak seraya memandang lepas ke laut, karena khawatir akan melewatkan sesuatu yang amat berharga di kaki saya.” Masalahnya dengan cara pengumpulan kerang (atau berwawasan) ini adalah bahwa “naluri keserakahan itu tidak selaras dengan apresiasi sejati terhadap keindahan.” Namun setelah kantong-kantongnya mulur sampai batas peregangannya dengan kerang-kerang basah, ia mendapati perlunya kekurangserakahan: “Saya mulai membongkar barang-barang saya, untuk diseleksi.” Kemudian ia sadar bahwa mustahil menghimpun semua kerang indah yang ia lihat: “Kita bisa mengoleksi sedikit saja, dan yang sedikit tersebut lebih indah.” Bisakah kita mengasosiasikannya dengan wawasan filosofis? Barangkali bisa, karena Lindbergh sendiri menggeneralisasikan pelajaran yang ia peroleh dengan mengatakan “hanya dengan terbingkai dalam ruanglah keindahan itu mekar. Hanya dalam ruanglah peristiwa, obyek, dan manusia itu unik dan signifikan—dan karenanya indah.”

Bahwa keindahan membutuhkan ruang dan selektivitas, mendorong Lindbergh untuk mempertimbangkan kembali alasan-alasan mengapa kehidupannya di rumah cenderung kekurangan kualitas signifikansi dan keindahan, begitu pula yang ia alami di pulau itu. Barangkali kehidupan tampaknya tidak bermakna bukan karena kosong, melainkan karena terlalu penuh: “sedikit sekali ruang yang kosong. ... Terlalu banyak aktivitas yang berharga, hal yang bernilai, dan orang yang menarik. ... Kita bisa mempunyai ... kantong-kantong yang penuh sesak, yang di dalamnya terdapat satu atau dua hal yang akan signifikan.” Akan tetapi, berada di pulau itu memberi dia ruang dan waktu untuk melihat kehidupan dengan cara baru. Disini ada waktu; waktu untuk tenang; waktu untuk bekerja tanpa tekanan; waktu untuk berpikir ... waktu untuk melihat bintang ... bahkan, waktu untuk tidak berbicara.

No comments: