Salah satu kebaikan pra islam yang diambil alih oleh kaum muslimin adalah muru’ah (kejantanan). Kejantanan didefiniskan dalam kamus-kamus arab klasik sebagai pemantangan terhadap hal-hal haram, kesucian dalam perilaku, dan penguasaan seni atau perdagangan; atau dalam menahan diri untuk tidak melakukan secara diam-diam apa yang akan menjadikan seseorang malu jika melakukannya secara terbuka; atau dalam kebiasaan melakukan apa yang diperbolehkan, dan dalam menghindari apa yang dianggap hina; atau dalam menjaga jiwa dari tindakan-tindakan kotor.
Para sufi memandang kejantanan sebagai salah satu kebajikan yang tertanam dalam jiwa ketika ia mewujudkan sifat-sifat aktif dari ruh. Dalam karyanya Khawaja’Abdullah Ansharu mengatakan pilar kejantanan ada tiga : hidup dengan diri sendiri dengan akal, dengan makhluk-makhluk dalam kesabaran, dan dengan Tuhan melalui kebutuhan.
Tanda hidup dengan diri sendiri dengan akal ada tiga : mengetahui ukuran diri sendiri, melihat dimensi-dimensi pekerjaan sendiri, dan berjuang demi kebaikan diri sendiri. Tanda hidup dengan makhluk-makhluk dalam kesabaran ada tiga: merasa puas dengan meraka ketika mereka kuat, membela mereka, dan berbuat untuk keuntungan mereka ketika kamu kuat. Tanda hidup dengan Tuhan melalui kebutuhan ada tiga : selalu bersyukur atas apapun yang datang dari-Nya, selalu memaafkan diri sendiri untuik apappun yang dilakukan demi Dia, dan menganggap pilihan-Nya adalah benar..
Sebagai suatu ciri watak, kejantanan terkait erat dengan futuwwah, yang menandakan kedermawanan, kebebasan, dan kemuliaan hati. Dan hal ini juga bisa diartikan sebagai ”kekstariaan”. Ia berasal dari kata fata yang berarti ”pria muda”. Keksatriaan merupakan sifat dan karakteristik yang melekat dalam sejarah islam. Contoh sempurna dari sifat kekesatriaan adalah ’Ali, saudara sepupu dan menantu Nabi, khalifah keempat dan pejuang terbesar dalam sejarah islam. Menurut beberapa sumber, setelah perang uhud, ketia ’Ali membuktikan keberaniaanya yang tiada tara, terdengar malaikat berseru ”Tidak ada pedang selain Dzu’l-Fiqar. Tidak ada fata kecuali ’Ali”.
Qusyairi mengemukakan sejumlah perkataan menyangkut keksatriaan. Akar dari keksatriaan adalah bahwa hamba itu terus menerus berjuang demi kepentingan orang lain. Keksatriaan adalah bahwa kamu tidak menganggap dirimu lebih unggul dibanding yang lain. Orang yang mempunyai sifat ksatria adalah orang yang tidak mempunyai musuh. Keksatriaan adalah bahwa kamu menjadi musuh dari jiwamu demi Tuhanmu. Kekstariaan adalah bahwa kamu bertindak secara adil tanpa menuntut keadilan bagi dirimu sendiri.